Monday, March 17, 2008

Maharani

Pernah nonton Princess Hours yang pertama? Film drama Korea yang menceritakan tentang kerajaan Korea ini sempat booming di Indonesia. Sejak booming-nya film ini baju-baju designer Korea mulai merambah ke seluruh dunia. Mulai dari butik-butik di Pasar Atum sampai merk-merk terkenal yang ada di mal-mal di Surabaya sedikit banyak memberikan unsur Korea pada desain mereka. Paling tidak ada jaket yang berbau desain modern style dari Korea. Hanbok yang menjadi baju traditional Korea pun jadi lebih terkenal di dunia daripada kebaya kita.

Mari kita lihat inti yang lain dari film ini. Saya sudah menonton film ini. Menurut saya film ini sangat bagus dalam rangka mempromosikan kebudayaan Korea. Negeri yang terkenal karena Kimchi tersebut menjadi dikenal lebih global sejak film ini diluncurkan. Dulu siapakah di antara kita yang mengetahui paling tidak 2-3 jenis masakan Korea yang umum di negeri asalnya? Sekarang paling tidak kita sudah pernah dengar tentang Kimchi dan Bimbab. Tapi sayang sekali film ini kurang mencerminkan perasaan kesepian dan tertekan serta intrik-intrik politik yang dialami oleh orang-orang yang tinggal di istana seperti yang dituliskan dalam kisah komik aslinya. Film ini diangkat dari sebuah komik oleh pengarang Korea, siapa namanya saya lupa, maaf...agak sulit mengingat nama-nama yang tidak familiar ini. Pada komik aslinya setiap pemikiran di benak masing-masing tokoh dilukiskan dengan lebih jelas dan beberapa dalam bentuk percakapan batiniah. Hal ini yang tidak ada pada filmnya sehingga ketika kita menonton filmnya tanpa membaca komiknya maka kita akan sulit menebak lika-liku pemikiran dari masing-masing tokoh. Padahal masing-masing tokoh punya karakter yang unik dan menarik untuk diikuti. Tapi untungnya Goong ini dikemas bukan memusatkan pada intrik-intrik politik dalam istana tapi lebih berfokus kepada drama percintaannya.

Satu buku lagi yang memiliki karakter yang mirip dengan Goong ini adalah Maharani. Buku ini cetakan Gramedia yang merupakan novel terjemahan dari Pearl S. Buck. Sudah lama saya tertarik untuk membaca buku ini ketika melihatnya di rak buku Gramedia. Tapi karena harganya yang cukup mahal untuk kantong saya saat itu maka saya mengurungkan niat membelinya. Selain itu salah satu faktor utamanya adalah bobot bacaan yang dari perkiraan saya saat itu adalah cukup berat dalam arti belum tentu menghibur hati setelah dibaca walaupun menarik (yang dimaksud dengan menghibur hati tuh yang happy ending gitu...maklum saya suka terbawa emosi ketika membaca buku atau menonton film makanya saya berusaha menghindari buku-buku atau film-film yang sad ending karena ujung-ujungnya setelah nonton saya jadi mellow dan tidak bersemangat...hehehe...) Dari ringkasannya saja dapat dibayangkan buku ini akan menceritakan intrik-intrik politik dan situasi kehidupan di dalam Istana Terlarang pada dinasti Manchu. Setelah beberapa bulan saya terlupakan dengan buku tersebut ternyata memang takdir membuat saya berjodoh dengan buku tersebut. Ketika saya pergi ke Gramedia Expo beberapa hari yang lalu saya melihat tumpukan buku itu dengan tulisan papan diskon 20% di atasnya. Tanpa pikir panjang langsung saya beli. Hehehehe... (^o^)

Akhirnya saya baca buku tersebut dan memang isinya tidak jauh dari bayangan saya sewaktu membaca sinopsisnya. Sulit untuk membayangkan betapa berharganya kebebasan kita sekarang ini. Mungkin beberapa dari kita sempat berangan-angan atau bercita-cita terlahir menjadi putri atau putra raja. Ternyata di balik semua gemerlap itu ada beban berat yang harus dipikul. Selain itu saya benar-benar mensyukuri di jaman sekarang ini walaupun emansipasi di Indonesia belum dijalankan 100% seperti di negara-negara maju tapi kita wanita-wanita Indonesia saat ini jauh lebih beruntung daripada putra putri kekaisaran Cina yang tinggal di Istana Terlarang yang terlihat nyaman dan mewah serta bergelimangan harta benda tapi tiada kebebasan bagaikan burung di dalam sangkar emas dan berlian.

Menurut tradisi, setiap tahun putri-putri keluarga Manchu dipanggil ke Istana Kaisar untuk diteliti oleh Ibu Suri. Yang dipilih hanya sedikit, dan mereka yang beruntung diangkat menjadi selir-selir sang Putra Langit. Mereka akan tinggal di dalam Kota Terlarang dan hidup dalam kemewahan, namun kesepian.

Tzu Hsi gadis yang tidak saja cantik, namun juga cerdik dan ambisius. Ia bertekad menjadi selir favorit, bahkan Ratu, bagi Kaisar, meskipun itu akan berarti mengorbankan laki-laki yang dicintainya dan mengabdi kepada seorang Kaisar yang banyak tingkah dan sakit-sakitan.

Di tengah kancah intrik istana, kecemburuan orang-orang kasim dan selir yang kurang favorit, bahaya pembunuhan terhadap dirinya maupun putranya, Tzu Hsi berhasil menjadi Kaisar wanita Cina yang terbesar. Namun, walaupun bijaksana dan penuh bakat dalam banyak hal, Tzu Hsi tidak pernah bersedia mengakui bahwa pengaruh negara-negara Barat semakin besar. Baru ketika keresahan pecah menjadi pemberontakan kaum Boxer yang mengerikan, ia bersedia berkompromi dengan realitas dunia modern.

No comments:

Post a Comment