Monday, April 28, 2008

The Lady and The Unicorn

Novel ini dikategorikan sebagai novel semi literatur. Entah apakah karena semi literatur atau tidak tapi satu hal yang pasti saya cukup menyesal membeli novel ini. Gambaran sinopsis di belakang bukunya tidak cukup mencerminkan bagaimana isi bukunya. Tidak terlalu banyak hikmah-hikmah yang terkandung bahkan cenderung ke arah polemik sosial budaya yang bertele-tele dan jelas-jelas sangat membosankan bagi saya. Tidak ada bagian alur cerita yang bisa disebut klimaks dalam novel ini. Setelah saya beli dan saya paksakan diri untuk membaca sampai selesai kemudian saya letakkan di lemari buku tanpa pernah saya baca ulang. Tapi mungkin untuk pembaca-pembaca yang lebih berumur usia 30-40 akan cocok dengan buku ini.

Jean le Viste, bangsawan Paris abad ke-15 yang dekat dengan Raja, menyuruh Nicolas de Innocents, seniman berbakat yang juga perayu wanita ulung, membuat desain permadani dinding untuk merayakan kenaikan statusnya dalam lingkaran kerajaan.

Nicolas sempat ragu karena belum pernah membuat desain permadani. Tapi setelah bertemu putri sulung Jean le Viste dan istri bangsawan itu, dia berubah pikiran. Meski tahu keinginannya terlalu berbahaya, Nicolas telanjur terobsesi. Dia pun menuangkan semuanya dalam enam lukisan Lady dan Unicorn.

Di Brussels, Georges de la Chapelle, penenun yang sedang naik daun, memutuskan menerima proyek Jean le Viste. Menuangkan desain-desain Nicolas menjadi permadani merupakan tantangan terbesar dalam kariernya. Tantangan yang memaksanya mempertaruhkan segala yang penting: kelangsungan hidup bengkel tenun dan keluarganya.

No comments:

Post a Comment